Tidak semua orang akan selamanya akan merasakan hal-hal yang indah-indah. Adakalanya, kita akan merasakan sesuatu yang menyedihkan, mengecewakan dan lain sebagainya. Dan ketika kita sedang sedang berada di dalam kesedihan, keterpurukkan, kekecewaan dan sebagainya, ada beberapa teman kita yang muncul dengan maksud untuk memberikan semangat kepada kita. Hanya saja, ada beberapa hal yang kemudian membuat semangat itu tiba-tiba berubah menjadi sesuatu yang buruk bagi kita. Tanpa disadari, orang yang diberi semangat tersebut akan mencoba untuk selalu berpikir positif sehingga tidak realistis justru akan menjadi racun. Itulah kenapa dalam dunia psikologi, semangat tersebut kita kenal dengan istilah toxic positivity.
Seringkali kita dibuat bingung dengan semua ini, apakah teman kita tersebut benar-benar berusaha menghibur atau menyemangati kita? Ataukah dia sedang membuat kita seperti berada di harapan palsu? Berikut ini adalah beberapa cara untuk mengetahui apakah teman kita tersebut benar-benar memberikan empatinya kepada kita ataukah sekadar toxic positivity yang berdampak negatif bagi hidup kita.
Pertama, menolak kejujuran. Sesuai dengan namanya, toxic positivity positivity yang sangat jauh dari realitas yang ada. Kita pastinya sering mendengar kalimat, “Jangan menangis, nanti kamu dianggap lemah.” Kata jangan menangis di atas merupakan sesuatu yang sangat berbeda dengan kenyataan yang ada, karena sebenarnya kita memang dipersilakan untuk menangis agar kita jujur pada perasaan kita sendiri. Atau kita mungkin sering mendengar, “Sudahlah, semuanya sudah lewat. Untuk apa kamu cari tahu lagi akar masalahnya?” Hal ini juga sebuah kesalahan yang sangat besar, karena salah satu cara penyelesaian masalah adalah dengan mencari penyebab dari permasalahan itu sendiri.
Kedua, kita akan berusaha untuk menjaga jarak dengannya. Si pemberi toxic positivity akan terus memberikan semangatnya kepada kita. Kalimat penyemangat yang keluar dari mulutnya lama kelamaan akan berubah menjadi sebuah mantera yang menyuruh kita untuk melakukan apa yang dia katakan. Hal inilah yang kemudian membuat kita merasa tidak nyaman, lebih-lebih kalau kita tidak bisa sesuai dengan apa yang diharapkan. Karena rasa tidak nyaman inilah yang kemudian membuat kita berusaha untuk menjaga jarak dengannya. Hal ini berbeda dengan empati, orang yang menunjukkan empatinya kepada kita, tidak akan menyudutkan kita untuk melakukan sesuatu. Inilah yang membuat kita selalu merasa nyaman bila berada di dekatnya.
Ketiga, menolak emosi negatif. Apa yang dimaksud dengan menolak emosi negatif? Pada saat sedang sedih, pasti ada orang yang pernah berkata kepada kita, “Jangan sedih, sedih itu tidak baik.” Kalimat semacam itu merupakan salah satu bukti penolakan terhadap emosi negatif. Padahal emosi negatif juga kita butuhkan. Toxic positivity biasanya tidak suka jika kita memiliki emosi negatif. Mereka akan memaksa kita untuk segera mengganti emosi negatif dengan emosi yang positif.
Keempat, membutuhkan biaya. Di saat kita sedang kecewa, sedih, sakit hati dan lain sebagainya, pasti akan ada teman yang berkata, “Ngapain sedih? Mending ke mall yuk, baru ada diskon akhir tahun yang gokil banget!” Kalimat tersebut terkesan sederhana dan menyenangkan, namun sebenarnya hal ini merupakan salah satu bentuk dari toxic positivity. Teman kita tersebut berusaha membuat kita bahagia dengan mengabaikan perasaan sedih kita. Dia berusaha membuat kita memendam masalah kita dengan cara melakukan sesuatu yang menyenangkan. Padahal faktanya, hal semacam itu tidaklah benar. Dia baru saja membuat kita pura-pura bahagia, dan setelah kembali ke rumah dan menghabiskan banyak uang, kesedihan tersebut akan tetap ada, bahkan dalam porsi yang jauh lebih besar dari sebelumnya.
Kelima, terus bercerita tentang diri sendiri. Ini yang membedakan antara sahabat yang menunjukkan empatinya dengan yang berusaha memberikan masukan positif, tapi justru menyesatkan. Orang yang menunjukkan empatinya akan berusaha mati-matian untuk bisa memahami apa yang kita rasakan, tapi toxic positivity hanya akan terus membandingkan apa yang kamu rasakan dengan apa yang pernah dia rasakan sebelumnya. Misalnya dengan mengatakan, “Halah cuman segitu doang! Aku dulu pernah lebih parah dari kamu, tapi aku baik-baik saja sampai sekarang.”
Demikian tadi lima tanda toxic positivity yang perlu kita ketahui. Hal yang harus terus kita ingat adalah bahwa perasaan negatif itu bukanlah sebuah hal yang tabu. Kita boleh kok merasakannya, apalagi bila mengingat bahwa kita ini bukan super hero, kita manusia yang punya kelemahan. Menangis boleh, tidak ada yang melarang. Seperti yang ada di dalam buku “Menangis Itu Boleh, Menyerah Itu Jangan” yang mengajarkan kepada kita bahwa menangis itu jauh lebih baik dari menyerah. Kalau kalian tertarik dengan buku ini, kalian bisa klik di sini. Terima kaish karena sudah membaca artikel ini. Semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
Komentar
Posting Komentar